Laman

Selasa, 04 Juni 2013

POLA KERUANGAN DESA DAN KOTA



A. POLA KERUANGAN DESA
 
1 SYARAT-SYARAT DESA
Mempunyai wilayah, Adanya penduduk, Mempunyai pemerintahan, Berada langsung di bawah camat, Mempunyai kebiasaan-kebiasaan pergaulan sendiri

2 FUNGSI DESA
Fungsi Desa sebagai :
sumber bahan pangan, penghasilan bahan mentah, penghasil tenaga kerja, pusat-pusat industri kecil

3 KLASIFIKASI DESA
A. Menurut Aktivitasnya:
Desa Nelayan, Desa agraris, Desa Industri
B. Menurut Tingkat Perkembangannya
1. Desa Swadaya
Ciri-cirinya:
a. Sebagai besar kehidupan penduduknya masih menggantungkan pada alam
b. Hasilnya untuk mencukupi kebutuhan sehari
c. Administrasi desa belum dilaksanakan dengan baik
d. Lembaga-lembaga desa belum berfungsi dengan baik
e. Tingkat pendidikan dan produktivitas penduduknya masih rendah
f. Belum mampu dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri
2. Desa Swakarya (Transisi)
Ciri-cirinya:
a. Sudah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri
b. Lembaga social desa dan pemerintahan sudah berfungsi
c. Administrasi desa sudah berjalan
d. Adat-istiadat mulai longgar
e. Mata pencaharian mulai bearagam
f. Sudah ada hubungan dengan daerah sekitarnya
3. Desa Swasembada
Ciri-cirinya:
a. Sarana dan prasarana desa lengkap
b. Pengelolaan administrasi telah dilaksanakan dengan baik
c. Pola piker masyarakat lebih rasional
d. Mata pencaharian penduduk sebagaian besar di bidang jasa dan perdagangan

4 CIRI-CIRI MASYARAKAT DESA
a. Kehidupan tergantung pada alam
b. Toleransi sosialnnya kuat
c. Adat-istiadat dan norma agama kuat
d. Kontrol sosialnya didasarkan pada hokum informal
e. Hubungan kekerabatan didasarkan pada Gemeinssehaft (paguyuban)
f. Pola pikirnya irrasional
g. Struktur perekonomian penduduk bersifat agraris

5 POTENSI DESA
potensi fisik : pertanian
potensi social : gotong royong, apatur desa, lembaga social

6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM PERHUBUNGAN DESA
Topografi, Letak desa, Fungsi desa
 
7 DEFINISI DESA
A. Menurut UU No. 5 Tahun 1979
DESA adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan negara kesatuan RI.
B. Menurut SUTARDJO KARTOHADIKUSUMO
DESA adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
C. Menurut TINJAUAN GEOGRAFI
DESA adalah suatu perwujudan geografis, yang ditimbulkan oleh unsure-unsur fisigrafis, sosial, ekonomi, politik dan budaya dan memiliki hubungan timbal-balik dengan daerah lain.

8 POLA PERSEBARAN DESA
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran desa:
Letak desa, Keadaan iklim, Kesuburan tanah, Tata air, Keadaan ekonomi, Keadaan budaya

9 UNSUR-UNSUR DESA
Ø Daerah, Penduduk, Tata kehidupan

10 POLA PERSEBARAN DESA
1. Pola memanjang mengikuti jalan raya. Pola ini umumnya terdapat di pedalaman
2. Pola mengikuti rel kereta api
3. Mengikuti garis pantai
4. Pola masyarakat
Penyebarannya:
a. Terdapat di daerah pegunungan (dataran tinggi)
b. Daerah yang berelief kasar
5. Pola Desa Tersebar
Pola desa yang tidak teratur. Pola desa ini banyak dijumpai di daerah Karst (Kapur)

B. POLA KERUANGAN KOTA

1 DEFINISI KOTA
A. Menurut MENTERI DALAM NEGERI RI NO. 4/1980
1.KOTA adalah suatu wilayah yang mempunyai batas administrasi wilayah
2. KOTA adalah lingkungan kehidupan yang mempunayi cirri non-agraris
B. Secara GEOGRAFIS
KOTA adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsure-unsur alami dan non-alami dengan gajala pemusatan penduduk tinggi, corak kehidupan yang heterogen, sifat penduduknya individualistis dan materialistis.

2 CIRI FISIK KOTA
Ciri Fisik Kota
- Adanya sarana ekonomi, Gedung pemerintahan, Alun-alun, Tempat parker, Sarana rekreasi, Sarana olah raga, Komplek perumahan

3 CIRI MASYARKAT KOTA
Ciri Masyarakat Kota
- Adanya keanekaragaman penduduk
- Sikap penduduk bersifat individualistik
- Hubungan sosial bersifat Gesselsehaft (Patembayan)
- Adanya pemisahan keruangan yang dapat membentuk komplek-komplek tertentu
- Norma agama tidak ketat
- Pandangan hidup kota lebih rasional

4 KLASIFIKASI KOTA
A. Menurut Jumlah Penduduk
1. Kota Kecil =penduduknya antara 20.000-50.000 jiwa
2. Kota sedang =penduduknya antara 50.000-100.000 jiwa
3. Kota besar =penduduknya antara 100.000-1.000.000 jiwa
4. Metropolitan =penduduknya antara 1.000.000-5.000.000 jiwa
5. Megapolitan =penduduknya lebih dari 5.000.000 jiwa
B. Menurut tingkat perkembangan
1. Tahap eopolis adalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa kea rah kehidupan kota.
2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih mencirikan sifat-sifat agraris.
3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh penduduknya sebagaian kehidupan ekonomi masyarakat ke sector industri.
4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas tinggi.
6. Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan penduduknya.

5 STRUKTUR PANGGUNAAN LAHAN KOTA
A. Menurut teori KONSENTRIK
Teori konsentrik dikemukakan oleh E. W. BURGESS.
Menurut teori ini daerah perkotaan dibagi menjadi 5 wilayah, yaitu:
1. Pusat Daerah Kegiatan (PDK) juga disebut CBD (Central Bussiness District) dicirikan dengan adanya pusat pertokoan, kantor pos, bank, bioskop dan pasar.
2. Wilayah Transisi ditandai dengan industri manufaktur, pabrik dan pola penggunaan lahan merupakan pola campuran.
3. Wilayah pemukiman masyarakat yang berpendapatan rendah.
4. Wilayah pemukiman masyarakat berpenghasilan menengah.
5. Wilayah pemulkiman penghasilan tinggi.

B. Teori SEKTORAL
Teori ini dikemukakan olehHOMER HOYT. Isi dari teori ini adalah bahwa unit-unit kegiatan di perkotaan tidak mengikuti zona-zona teratur secara konsentris, tetapi membentuk sector-sektor yang sifatnya lebih bebas.
Dalam toeri ini HOMER, berpendapat:
1. Daerah-daerah yang memiliki harg atanah atau sewa tanah tinggi biasanya terletak di luar kota.
2. Daerah-daerah yang memiliki sewa tanah dan harga tanah rendah merupakan jakur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota ke daerah perbatasan.
3. Zona pusat adalah pusat daerah kegiatan (PDK)
C. Teori INTI GANDA
Teori ini dikemukakan oleh HARRIS dan ULLMAN.
Berdasarkan keadaan tata ruang kota dapat dikelompokkan menjadi:
1. Inti Kota (Core Of City)
Inti Kota adalah wilayah kota yang digunakan sebagai pusat kegiatan, ekonomi, pemerintahan dan kebudayaan. Wilayah ini disebut juga CBD ( Central Businness Districs)
2. Selaput Inti Kota
Selaput Inti Kota adalah wilayah yang terletak di luar inti kota, sebagai akibat daritidak tertampungnya kegiatan dalam kota.
3. Kota Satelit
Kota Satelit adalah suatu daerah yang memiliki sifat perkotaan dan pusat kegiatan industri.
4. Sub Urban Daerah sekitar pusat kota yang berfungsi sebagai daerah pemukiman.

Urbanisasi
Beberapa definisi Urbanisasi
1. Urbanisasi adalah suatu proses pembengkakan atau penggelembungan kota yang disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk.
2. Urbanisasi adalah suatu proses bertambahnya jumlah kota pada suatu wilayah yang disebabkan oleh perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi.
3. Urbanisasi adalah suatu proses berubahnya kehidupan pedesaan menjadi suasana perkotaan.
4. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang sifatnya menetap.
Faktor penyebab urbanisasi
A. Faktor daya tarik (Pull Faktors)
Lapangan pekerjaan di kota lebih beragam, Fasilitas sosial di kota lebi memadahi, Kota berpotensi sebagai sebagai tempat pemasaran, Tingkat upah di kota tinggi, Kota merupakan tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangkan jiwa dan pengetahuan
B. Faktor pendorong (Push Factor)
Menyempitnya lapangan pekerjaan di sector pertanian, Pemilihan lahan pertanian semakin sulit dan sempit, Alasan pendidikan, Kurangnya fasilitas social, Tingkat upah relative rendah, Tekanan adat-istiadat

Dampak Urbanisasi
Kota
Desa
1. Kepadatan penduduk tinggi
1. Kurang tenaga kerja
2. Tingkat kriminalitas tinggi
2. Terhambatnya pembangunan desa
3. Bertambahnya jumlah pengangguran
3. Menurunnya produktivitas pertanian
4. Terdapat SLUM
4. Menuurnnya produktivitas pertanian
5. sering terjadi kemacetan lalu-lintas

Upaya Penanggulangan Masalah Urbanisasi
1. Mengembangkan industri kecil dan industri rumah tangga di desa
2. Melancarkan program KB baik di desa maupun di kota
3. Memperlancar pembangunan di bidang transportasi dan komunikasi antar kota-desa
4. Pembangunan perumahan rakyat di pinggiran kota

6 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Faktor yang mempengaruhi perkembangan kota
Ø Faktor Alamiah : Lokasi, Fisiografi, Kekayaan alam
Ø Faktor Sosial : Penduduk, Kebijaksanaan pemerintah, Faktor Kebijaksanaan Pemerintahan



Senin, 03 Juni 2013

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

AMDAL pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP no 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Jika Indonesia mempunyai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang harus dibuat jika seseorang ingin mendirikan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan, Belanda pun mempunyaimilieu effect apportage disingkat m.e.r. Sebenarnya  Indonesia dan Belanda bukanlah penemu sistem ini, tetapi ditiru dari Amerika Serikat yang diberi nama Environmental Impact Assesment (EIA). AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan proses yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 tahun 1999 yang terdiri dari:
-         Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
-         Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha atau kegiatan.
-         Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan.
-         Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha atau kegiatan.

1.2 Tujuan umum
Agar mahasiswa lebih memahami tentang pengetian,kegunaan dan bagian – bagian amdal serta mengetahui bagaimana proses dari amdal tersebut dan dampak yang diakibatkan oleh buruknya pengaturan lingkungan bagi manusia.
1.3 Perumusan Masalah
1.      Apakah yang di maksud dengan Amdal ?
2.      Apa Guna Amdal ?
3.      Bagaimana Prosedur Amdal ?
4.      Siapa Yang Menyusun Amdal ?
5.      Siapa Saja Pihak Yang terlibat Dalam Proses Amdal ?
6.      Apa yang dimaksud UKL dan UPL ?
7.      Apa kaitan Amda dengan dokumen atau kajian lingkungan lainnya ?
8.      Apa Dampak dari lingkungan yang buruk ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Amdal
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial- ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.
2.2 Kegunaan Amdal
-         Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
-         Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
-         Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
-         Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
-         Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
-         memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negative
-         digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan
2.3 Prosedur Amdal
-         Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
-         Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
-         Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
-         Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).
Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

2.4 Siapa Yang Menyusun Amdal
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.

2.5 Pihak – Pihak yang terlibat dalam penyusunan amdal
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.

Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota.
Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.
Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

2.6 Apa yang dimaksud UKL dan UPL ?
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
-         Identitas pemrakarsa
-         Rencana Usaha dan/atau kegiatan
-         Dampak Lingkungan yang akan terjadi
-         Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
-         Tanda tangan dan cap
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
-         Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
-         Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
-         Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas negara.

2.7 Apa kaitan Amda dengan dokumen atau kajian lingkungan lainnya ?
ü      AMDAL-UKL/UPL
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan. Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
ü      AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL. Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.
2.8 Apa dampak dari lingkungan  yang buruk

Salah satu dampak yang paling dirasakan oleh manusia apabila dalam pelaksanaan amdal yang tidak memadai ( buruk ) adalah banjir.
Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.
Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
3.1 Penyebab terjadinya banjir
-         Curah hujan tinggi
-         Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut.
-         Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keiuar sempit.
-         Banyak  pemukiman yang dibangun pada dataran sepanjang sungai.
-         Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di pinggir sungai.
-         Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.

3.2 Tindakan Untuk Mengurangi Dampak Banjir
-         Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan.
-         Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering menimbulkan banjir.
-         Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir.
-         Tidak membuang sampah ke dalam sungai. Mengadakan Program Pengerukan sungai.
-         Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut.
-         Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir.
3.3 Yang Harus dilakukan setelah banjir
-         Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup lumpur dan gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit.
-         Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang sering berjangkit setelah kejadian banjir.
-         Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau binatang penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk.
-         Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Dewasa ini kesadaran terhadap lingkungan hidup di negara indonesia semakin membaik, walaupun masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, hal ini di butkikan dengan gencarnya isu-isu lingkungan yang mulai banyak digembar gemborkan di media massa, salah satunya adalah tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) suatu kawasan. namun ironisnya sampai saat sekarang masih banyak masyarakat yang masih belum mengerti AMDAL, bahkan AMDAL yang notabene Tata cara penyusunannya telah diatur di dalam (PermenLH no 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan AMDAL) secara jelas, seringkali penyusunan AMDAL hanya dengan meng-copy paste dari AMDAL yang lainnya.
Dalam pelaksanaan penyusunan amdal , terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
-         Penentuan kriteriawajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
-         Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
-         Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
-         Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
4.2 Saran – saran
Untuk menangulangi atau mencegah  masalah banjir adalah :
-         Mengeruk sungai/kali dan saluran air yang ada di sekitar kita, sebaiknya jangan nungguin pemerintah yang melakukan, percuma kalau ditungguin kelamaan.
-         Membuat sumur resapan air di sekitar rumah kita
-         Membuat lubang-lubang biopori
-         Memperlebar dan merehabilitasi kali/sungai, untuk menambah kapasitas sungai dalam menampung debit air
-         Jangan membuang sampah di sungai atau saluran air
-         Memperbaiki Amdal
Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia belum memiliki arah yang jelas, hal ini dapat dilihat dari kurangnya komitmen pemimpin dan masyarakat bangsa ini untuk menjaga kelestarian dan keberlangsungan lingkungan hidup. Sejak pencanangan program pembangunan nasional, berbagai masalah lingkungan hidup mulai terjadi. Masalah lingkungan hidup tersebut antara lain, adanya berbagai kerusakan lingkungan, pencemaran di darat, laut dan udara, serta berkurangnya berbagai sumber daya alam. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan sumber daya alam yang ada serta kurang kesadaran akan pentingnya keberlangsungan lingkungan hidup untuk generasi sekarang maupun masa depan.
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu sistem yang terdiri dari lingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan alam (ecosystem) dimana ketiga subsistem ini saling berinteraksi (saling mempengaruhi). Ketahanan masing-masing subsistem ini dapat meningkatkan kondisi seimbang dan ketahanan lingkungan hidup, dimana kondisi ini akan memberikan jaminan keberlangsungan lingkungan hidup demi peningkatan kualitas hidup setiap makhluk hidup di dalamnya. Ketika salah satu subsistem di atas menjadi superior dan berkeinginan untuk mengalahkan atau menguasai yang lain maka di sanalah akan terjadi ketidakseimbangan. Contohnya adalah ketika manusia dengan teknologi ciptaannya ingin memanfaatkan alam demi kelangsungan hidup dan menyebabkan kerusakan pada lingkungan alam.
Eksploitasi alam tentu saja tidak dapat dicegah, karena sudah merupakan fitrah manusia memanfaatkan alam untuk kesejahteraannya. Tetapi tingkat kerusakan akibat pemanfaatan alam ataupun pengkondisian kembali (recovery) alam yang sudah dimanfaatkan merupakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan telaah secara mendalam mengenai kegiatan/usaha yang akan dilakukan di lingkungan hidup sehingga dapat diketahui dampak yang timbul dan cara untuk mengelola dan memantau dampak yang akan terjadi tersebut. Metode ini dikenal juga dengan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) atau environmental impact assessment.
Environmental impact assessment atau analisa mengenai dampak lingkungan diperkenalkan pertama kali pada tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23 tahun1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27 tahun1999 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Amdal merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. yang dikaji dalam proses Amdal: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif
Pemerintah berkewajiban memberikan keputusan apakah suatu rencana kegiatan layak atau tidak layak lingkungan. Keputusan kelayakan lingkungan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan rakyat dan kesesuaian dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Untukmengambil keputusan, pemerintah memerlukan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, baik yang berasal dari pemilik kegiatan/pemrakarsa maupun dari pihak-pihak lain yang berkepentingan. Informasi tersebut disusun secara sistematis dalam dokumen AMDAL. Dokumen ini dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL untuk menentukan apakah informasi yang terdapat didalamnya telah dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan untuk menilai apakah rencana kegiatan tersebut dapat dinyatakan layak atau tidak layak berdasarkan suatu kriteria kelayakan lingkungan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemrakarsa inilah yang berkewajiban melaksanakan kajian AMDAL. Meskipun pemrakarsa dapat menunjuk pihak lain (seperti konsultan lingkungan hidup) untuk membantu melaksanakan kajian AMDAL, namun tanggung jawab terhadap hasil kajian dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan AMDAL tetap di tangan pemrakarsa kegiatan.






DAFTAR PUSTAKA

  1. http://www.menlh.go.id/index.php?idx=amdalnet#205 Maret 2009
  2. Marsono, Dj, 1992. Dampak Pelaksanaan Amdal Hak Pengusahaan Hutan. Buletin Instiper Vol. 3. Nomor.1, Institut Pertanian STIPER. Yogyakarta.
  3. Fandeli, Ch, 2004. Analisis Mengenai Dampak Linkungan Prinsip Dasar Dalam Pembangunan. Penerbit Liberty, Yogyakarta.